Jumat, 20 Januari 2012

Hakikat Cinta (Harta Terbesar & Hal Terbesar)

Assalamualaikum sobat netter, apa kabar semuanya,,,,,,? aku berharap semoga kalian semuanya dalam keadaan yang baik-baik saja. Maaf nih baru nongol ujung-ujungnya kepincut ingin sharing & bagi pengalaman di ajang kontes saweran kecebong 3 warna (Yah bilang aja kalau kamu banci kontes yu,,,,hehehe). Dengan segala kerendahan hati saya memohon izin nih kepada yang punya hajat & segenap dewan juri buat ikutan meramaikan hajatannya sekalian siapa tahu nih pas rejeki saya nanti dapet hadiah (ngarep.com)

Sebenarnya aku pengen bagi cerita lucu tapi kayaknya kemampuan melawakku gak sampai bikin juri ataupun sang punya hajat ketawa jingkrak-jingkrak, bahkan sampai muntah sekalian. Tapi aku punya satu cerita yang cukup buat aku sharing sama teman-teman blogger yang pasti ini sedih & mengharukan, jadi aku bilangin dari awal jangan sampai nangis lho, soalnya aku gak sediakan tissu disini (pelit banget sih lho yu....). oke dah pada siap kan....? Tunjek poin aja wes.


Sejenak aku ingin flashback di masa kecilku dulu, sumpah di waktu kecilku dulu, aku & kakak ketigaku adalah anak yang paling bandel, paling suka bantah & protes, satu lagi paling suka meminta hal-hal yang ku inginkan & itu harus bisa di wujudkan (parah banget kan...?). Apalagi kalau sudah main sama teman-teman di kampungku tempo dulu, kelayapan sampai jauh dah bahkan pulangnya sampai sore & hampir magrib (gimana gak dongkol tuh orang tuaku). Satu hal yang pernah selalu ku ingat ketika ayahku berpesan bahwa aku dilarang mandi disungai apalagi di sungai bedadung yang sangat deras arusnya & dalam banget. Aku sempat tak mengindahkan nasihat orang tuaku karna begitu sangat antusiasnya ingin bisa berenang & asyik bermain air sama teman-teman,akhirnya tetanggaku ada yang tahu bila aku mandi di sungai sama teman-temanku, dia pun melaporkan hal ini kepada orang tuaku. Tak di elakkan lagi ketika aku sampai di rumah sore-sore itu ayahku dah menanti ku di depan pintu dengan membawa batang daun pisang. Dalam hatiku berkata,"aku merasa bersalah & sangat takut dengan ini". Tak lama kemudian ayahku melayangkan batang daun pisang itu di kaki berkali-kali, aku meronta menahan rasa sakit yang bertubi-tubi kurasakan, tangisanku yang keras pecah di sore itu.

"Ayah bukan berarti tidak sayang dengan memberimu hukuman seperti ini, justru ayah sangat sayang sama kamu, kalau terjadi apa-apa sama kamu, ayah & ibu yang akan susah, ayah juga ingin kamu belajar untuk mentaati peraturan biar hidup selalu punya tanggung jawab yang besar kepada diri sendiri & juga orang lain, apa yang kita lakukan semua ada balasannya, jikalau kamu dari kecil sudah seperti ini gimana kamu kalau sudah besar nanti....?", kata itu terucap oleh ayahku setelah cambukan batang daun pisang itu berhenti menimpa kakiku. Aku pun tak ambil peduli waktu itu karena jelas pastinya naluriku sebagai anak kecil aku merasa orang tuaku sangat terlalu kejam kepadaku. Namun setelah berlalu seiring berjalannya waktu aku pun bisa menjalankan apa yang menjadi peraturan dari ayah & ibuku walau terkadang aku masih ada niatan untuk melanggarnya.

Ayahku adalah seorang guru sejati menurutku, masa kerjanya dulu, dia menjalaninya profesinya dengan sepenuh hati, aku tidak bisa bayangkan setiap hari dia naik sepeda onthel menempuh jarak ratusan kilometer demi memberikan pelajaran & pendidikan kepada anak didiknya. Subhnaallah, apalagi ibuku pernah bercerita jikalau bajunya & sepatunya yang biasanya ia kenakan untuk seragam mengajar tak pernah ganti & ada sebuah tambalan kainnya mungkin sudah aus & renta setiap hari menemani aktifitas ayahku yang selalu aktif. Setelah agak besar, menginjak usiaku kelas SD, ayahku di pindah tugas di desa tempat kami tinggal, kebetulan juga waktu itu aku sekolah di SD tempat ayahku mengajar. Satu hal yang selalu ku ingat ketika ayahku rapat di ruang kepala sekolah, ayahku selalu dapat jatah makan entah itu kue, camilan ataupun nasi, dia selalu mencariku & memberikan jatah makannya kepadaku, senang sekali rasanya & kawan-kawanku pun juga senang karena aku selalu berbagi kebahagiaanku dengan teman-temanku (memakannya bareng-bareng di sudut kelas).

Tak berselang lama kejadian yang sempat membuat hatiku & seluruh saudaraku berduka besar. Sebuah ujian dari Tuhan pun menguji kekuatan iman & taqwa di keluarga kami. Masih teringat sangat jelas di ingatan ku kejadian itu. Saat itu ayahku tiba-tiba menderita sakit keras dalam jangka waktu yang sangat lama, ia terkulai lemah tak berdaya di tempat tidur, badannya yang kekar sedikit demi sedikit mengkurus, pucat pasi semua anggota tubuhnya tak dapat di gerakkan, seluruh anak didiknya merindukannya,tak ada lagi derai tawa di ruang mengajarnya dengan semua anak didiknya. aku hanya bisa menatap dan menerawang serta terselip doa dalam hati juga linangan air mata yang jatuh membasahi pipi, Namun dalam kondisi yang sangat sulit seperti itu disini sosok ibuku menjadi penguat bagi ku dan saudara-saudara kandungku menghadapi ujian yang sangat berat ini, ibu ku senantiasa memberi sentuhan cinta tanpa di minta, ketika ayahku mengerang kesakitan, dengan begitu ikhlas ibu membasuh muka dan seluruh tubuh ayah, menyuapinya ketika ia merasa lapar, menuntunnya berjalan ketika ia lelah terbaring di kamar, satu hal lagi yang membekas di ingatan dan sanubariku, kata-kata ibuku saat segala upaya dan doa untuk kesembuhan ayahku walau semua yang telah dimiliki terkikis habis "Harta itu bisa dicari nak, tetapi nyawa itu hanya satu kali di dunia ini, ibu masih ingin terus bersama ayah juga kalian semuanya, semoga Allah memberikan kesembuhan dan kesabaran dalam mengahadapi semua ini".

Air mataku pun jatuh berderai tak tertahan, "Ya Allah semoga Engkau mengabulkan doa ibuku", ucapku dalam hati. Cobaan itu belum usai, ayahku yang masih terkulai lemah di tempat tidurnya, tiba-tiba di rumahku datang dua orang pengawas PNS, mereka menuduh ayahku lalai dalam tugas dan tidak disiplin menjadi PNS, padahal setiap hari aku selalu mengantarkan surat izin yang ditulis ibu ditujukan untuk kepala sekolah tentang kondisi ayahku yang sakit keras. Sang pengawas pun mengancam akan menindak tegas dan melaporkan kepada pusat untuk mengajukan pensiun dini sungguh sangat ironis dalam kondisi sakit keras mereka masih tak ada hati untuk tak berkata itu saat ini. Ibuku meski di rundung rasa emosi dia tetap tegar, dia terus berupaya bagaimana pun caranya agar ayahku bisa sembuh (dalam hal yang positif sesuai koridor agama Islam), dari Ulama, Dokter, hingga pengobatan alternatif semuanya sudah ibu tempuh demi satu kata "kesembuhan untuk ayahku", tak peduli semakin hari semakin terkikis habis segala harta yang dimiliki.


Beberapa tahun kemudian dengan segala kekuasaan Allah yang maha perkasa, memberikan pertolongan kepada ayahku sehingga dia pun sembuh dan alhamdulillah dia masih tetap bisa bekerja dengan mulia menjadi seorang guru yang penuh inspirasi untuk anak didik serta teman sekerjanya. Sungguh kebahagiaan yang tiada terkira, inilah jawaban atas segala daya dan upaya yang tak pernah lelah dan menyerah dari ibuku untuk ayahku, tak terbayang betapa banyak linangan air mata ibuku dalam sujud dan untaian tasbihnya ketika tengah malam dan saat subuh hingga dhuha selalu ibu panjatkan, aku melihat rona kesedihan yang begitu dalam di wajah ibuku namun dia selalu tersenyum ketika aku tertegun melihat keikhlasannya dalam menjalani semua ini.

Kini aku semakin mengerti hakikat dari cinta itu & hal terbesar serta harta terbesar itu adalah orang-orang di sekelilingku yang selalu berkata & bertindak dengan penuh cinta dengan berbagai cara menyampaikannya. Ayahku memang keras namun disana letak kasih sayangnya yang baru ku mengerti dewasa ini, hukuman bukan untuk menuntutku untuk terus berontak & brutal namun semuanya itu semata mengajariku apa yang kita lakukan semua itu ada ganjarannya, di dunia ini sendiri apalagi di akhirat nanti. Dan ibuku mampu membuktikan kepadaku harta terbesar itu apa juga arti dari perjuangan hidup yang tanpa henti, segala daya & upaya & doa mampu melawan hal tersulit demi mempertahankan sebuah harta terbesar & hal terbesar di kehidupan keluargaku.

Alhamdulillah hingga saat ini ayahku masih diberikan kesehatan oleh Allah Swt, kini sudah lebih setengah abad lebih usianya & sudah pensiun bekerja. Semoga Allah selalu memberimu kesehatan selalu dimudahkan segala urusan dunia & akhiratmu.amin

Terima kasih buat semua rekan blogger,dewan juri & semua yang terlibat di ajang kontes "Saweran Kecebong 3 Warna" yang berkenan membaca tulisan ini, mohon maaf bila ada yang kurang berkenan. Tetap semangat jalin sahabat.


Cerita ini Bayu ikut sertakan dalam acara "Saweran Kecebong 3 warna" yang di selenggarakan oleh Jeng Soes, Jeng Dewi, Jeng Nia. Yang Di sponsori oleh Jeng Anggie, Desa Boneka, Kios 108
Selengkapnya...